Sabtu, 16 April 2011

Pola Pokir Masyarakat Terhadap Pendidikan


BAB III
PEMBAHASAN


3.1. Relevansi Pendidikan Terhadap Pola Pikir Masyarakat
3.1.1. Pola Pikir Masyarakat di Tinjau dari Strata Sosial
1. Pendidikan cenderung menjadi sarana stratifikasi sosial.
 Pendidikan sistem persekolahan hanya mentransfer kepada peserta didik apa yang disebut the dead knowledge, yakni pengetahuan yang terlalu bersifat text-bookish sehingga bagaikan sudah diceraikan baik dari akar sumbernya maupun aplikasinya.
Berbagai upaya pembaharuan pendidikan telah dilaksanakan untuk meningkatkan kualitas pendidikan, tetapi sejauh ini belum menampakkan hasilnya. Mengapa kebijakan pembaharuan pendidikan di tanah air kita dapat dikatakan senantiasa gagal menjawab problem masyarakat? Sesungguhnya kegagalan berbagai bentuk pembaharuan pendidikan di tanah air kita bukan semata-mata terletak pada bentuk pembaharuan pendidikannya sendiri yang bersifat erratic, tambal sulam, melainkan lebih mendasar lagi kegagalan tersebut dikarenakan ketergantungan penentu kebijakan pendidikan pada penjelasan paradigma peranan pendidikan dalam perubahan sosial yang sudah usang. Ketergantungan ini menyebabkan adanya harapan-harapan yang tidak realistis dan tidak tepat terhadap efikasi pendidikan.
2. Masyarakat  masih memandang Peranan Pendidikan masih berupa Mitos
Pendidikan diselenggarakan guna mencapai kesejahteraan masyarakat. Kenyataan dilapangan menunjukan bahwa kualitas hasil lulusan pendidikan dalam menunjang pembangunan bagi sebagian masyarakat masih berupa angan-angan. Hasil pendidikan yang mereka peroleh kadang tidak sesuai dengan harapan.

Pembangunan merupakan proses yang berkesinambungan yang mencakup seluruh aspek kehidupan masyarakat, termasuk aspek sosial, ekonomi, politik dan kultural, dengan tujuan utama meningkatkan kesejahteraan warga bangsa secara keseluruhan. Dalam proses pembangunan tersebut peranan pendidikan amatlah strategis.  John C. Bock, dalam Education and Development: A Conflict Meaning (1992), mengidentifikasi peran pendidikan tersebut sebagai : a) memasyarakatkan ideologi dan nilai-nilai sosio-kultural bangsa, b) mempersiapkan tenaga kerja untuk memerangi kemiskinan, kebodohan, dan mendorong perubahan sosial, dan c) untuk meratakan kesempatan dan pendapatan. Peran yang pertama merupakan fungsi politik pendidikan dan dua peran yang lain merupakan fungsi ekonomi.
3.  Pada Masyarakat Pedesaan atau strata sosial yang masih rendah,  Pola Pikir  terhadap pendidikan baru pada paradigma fungsional;
Paradigma fungsional melihat bahwa keterbelakangan dan kemiskinan dikarenakan masyarakat tidak mempunyai cukup penduduk yang memiliki pengetahuan, kemampuan dan sikap modern.. Bukti-bukti menunjukkan adanya kaitan yang erat antara pendidikan formal seseorang dan partisipasinya dalam pembangunan.
4.  Pada Masyarakat Perkotaan dan strata sosial yang sudah tinggi,  Pola Pikir  terhadap pendidikan sudah pada paradigma fungsional dan faradigma sosial;
Paradigma Sosial,  melihat peranan pendidikan dalam pembangunan adalah: a) mengembangkan kompetensi individu, b) kompetensi yang lebih tinggi tersebut diperlukan untuk meningkatkan produktivitas, dan c) secara umum, meningkatkan kemampuan warga masyarakat dan semakin banyaknya warga masyarakat yang memiliki kemampuan akan meningkatkan kehidupan masyarakat secara keseluruhan. Oleh karena itu, berdasarkan paradigma sosial ini, pendidikan harus diperluas secara besar-besaran dan menyeluruh, kalau suatu bangsa menginginkan kemajuan. Paradigma Fungsional dan paradigma Sosialisasi telah melahirkan pengaruh besar dalam dunia pendidikan paling tidak dalam dua hal. (a)  telah melahirkan paradigma pendidikan yang bersifat analis-mekanistis dengan mendasarkan pada doktrin reduksionisme dan mekanistik. Reduksionisme melihat pendidikan sebagai barang yang dapat dipecah-pecah dan dipisah-pisah satu dengan yang lain. Mereka melihat bahwa pecahan-pecahan atau bagian-bagian tersebut memiliki keterkaitan linier fungsional, satu bagian menentukan bagian yang lain secara langsung. Akibatnya, pendidikan telah direduksi sedemikian rupa ke dalam serpihan-serpihan kecil yang satu dengan yang lain menjadi terpisah tiada hubungan, seperti, kurikulum, kredit SKS, pokok bahasan, program pengayaan, seragam, pekerjaan rumah dan latihan-latihan. Suatu sistem penilaian telah dikembangkan untuk menyesuaikan dengan serpihan-serpihan tersebut: nilai, indeks prestasi, ranking, rata-rata nilai, kepatuhan, ijazah.

3.1.2. Pola Pikir Masyarakat di Tinjau dari Proses Penyelenggaraan Pendidikan
Sebagian masyarakat terutama pada strata sosial yang masih rendah memandang bahwa sekolah sebagai Proses Produksi.
Paradigma pendidikan lnput-Proses-Output, telah menjadikan sekolah bagaikan proses produksi. Murid diperlakukan bagaikan raw-input dalam suatu pabrik. Guru, kurikulum, dan fasilitas diperlakukan sebagai instrumental input. Jika raw-input dan instrumental input baik, maka akan menghasilkan proses yang baik dan akhirnya baik pula produk yang dihasilkan. Kelemahan paradigma pendidikan tersebut nampak jelas, yakni dunia pendidikan diperlakukan sebagai sistem yang bersifat mekanik yang perbaikannya bisa bersifat partial, bagian mana yang dianggap tidak baik. Sudah barang tentu asumsi tersebut jauh dari realitas dan salah. Implikasinya, sistem dan praktek pendidikan yang mendasarkan pada paradigma pendidikan yang keliru cenderung tidak akan sesuai dengan realitas. Paradigma pendidikan tersebut di atas tidak pernah melihat pendidikan sebagai suatu proses yang utuh dan bersifat organik yang merupakan bagian dari proses kehidupan masyarakat secara totalitas.

3.2. Pola Pikir Elit Masyarakat sebagai pemangku kebijakan Pendidikan
1.   Para pengambil kebijakan pemerintah menjadikan pendidikan sebagai engine of growth, penggerak dan loko pembangunan
Sebagai penggerak pembangunan maka pendidikan harus mampu menghasilkan invention dan innovation, yang merupakan inti kekuatan pembangunan. Agar berhasil melaksanakan fungsinya, maka pendidikan harus diorganisir dalam suatu lembaga pendidikan formal sistem persekolahan, yang bersifat terpisah dan berada di atas dunia yang lain, khususnya dunia ekonomi. Bahkan pendidikan harus menjadi panutan dan penentu perkembangan dunia yang lain, khususnya, dan bukan sebaliknya perkembangan ekonomi menentukan perkembangan pendidikan. Dalam lembaga pendidikan formal inilah berbagai ide dan gagasan akan dikaji, berbagai teori akan diuji, berbagai teknik dan metode akan dikembangkan, dan tenaga kerja dengan berbagai jenis kemampuan akan dilatih.
Sesuai dengan peran pendidikan sebagai engine of growth, dan penentu bagi perkembangan masyarakat, maka bentuk sistem pendidikan yang paling tepat adalah single track dan diorganisir secara terpusat sehingga mudah diarahkan untuk kepentingan pembangunan nasional. Lewat jalur tunggal inilah lembaga pendidikan akan mampu menghasilkan berbagai tenaga kerja yang dibutuhkan oleh dunia kerja. Agar proses pendidikan efisien dan etektif, pendidikan harus disusun dalam struktur yang bersifat rigid, manajemen (bersifat sentralistis, kurikulum penuh dengan pengetahuan dan teori-teori (text bookish).

Namun, pengalaman selama ini menunjukkan, pendidikan nasional sistem persekolahan tidak bisa berperan sebagai penggerak dan loko pembangunan, bahkan Gass (1984) lewat tulisannya berjudul Education versus Qualifications menyatakan pendidikan telah menjadi penghambat pembangunan ekonomi dan teknologi, dengan munculnya berbagai kesenjangan: kultural, sosial, dan khususnya kesenjangan vokasional dalam bentuk melimpahnya pengangguran terdidik.

2.   Para pengambil kebijakan pemerintah menjadikan pendidikan sebagai Sistemik-Organik.
Paradigma pendidikan Sistemik-Organik menekankan bahwa proses pendidikan formal sistem persekolahan harus memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1)  Pendidikan lebih menekankan pada proses pembelajaran (learning) dari pada mengajar (teaching),
 2)  Pendidikan diorganisir dalam suatu struktur yang fleksibel;
3)  Pendidikan memperlakukan peserta didik sebagai individu yang memiliki karakteristik khusus dan mandiri, dan,
4)  Pendidikan merupakan proses yang berkesinambungan dan senantiasa berinteraksi dengan lingkungan.
Paradigma pendidikan Sistemik-Organik menuntut pendidikan bersifat double tracks. Artinya, pendidikan sebagai suatu proses tidak bisa dilepaskan dari perkembangan dan dinamika masyarakatnya. Dunia pendidikan senantiasa mengkaitkan proses pendidikan dengan masyarakatnya pada umumnya, dan dunia kerja pada khususnya. Keterkaitan ini memiliki arti bahwa prestasi peserta didik tidak hanya ditentukan oleh apa yang mereka lakukan di lingkungan sekolah, melainkan prestasi perserta didik juga ditentukan oleh apa yang mereka kerjakan di dunia kerja dan di masyarakat pada umumnya. Dengan kata lain, pendidikan yang bersifat double tracks menekankan bahwa untuk mengembangkan pengetahuan umum dan spesifik harus melalui kombinasi yang strukturnya terpadu antara tempat kerja, pelatihan dan pendidikan formal sistem persekolahan.
Dengan double tracks ini sistem pendidikan akan mampu menghasilkan lulusan yang memiliki kemampuan dan fleksibilitas yang tinggi  untuk menyesuaikan dengan tuntutan pembangunan yang senantiasa berubah dengan cepat

MAKALAH RELEVANSI PENDIDIKAN DENGAN CARA BERPIKIR MASYARAKAT


BABII
LANDASAN TEORI

2.1.  Pengertian Strata Sosial
 Strata Sosial, yaitu pembedaan penduduk atau masyarakat ke dalam kelas-kelas secara bertingkat/hirarkis. (Pitirin A. Sorokin, dalam Soerjono Soekanto.Sosiologi suatu pengantar.1990:252).
A. Jenis-Jenis Status Sosial
1. Ascribed Status
Ascribed status adalah tipe status yang didapat sejak lahir seperti jenis kelamin, ras, kasta, golongan, keturunan, suku, usia, dan lain sebagainya.
2. Achieved Status
Achieved status adalah status sosial yang didapat sesorang karena kerja keras dan usaha yang dilakukannya. Contoh achieved status yaitu seperti harta kekayaan, tingkat pendidikan, pekerjaan, dll.
3. Assigned Status
Assigned status adalah status sosial yang diperoleh seseorang di dalam lingkungan masyarakat yang bukan didapat sejak lahir tetapi diberikan karena usaha dan kepercayaan masyarakat. Contohnya seperti seseorang yang dijadikan kepala suku, ketua adat, sesepuh, dan sebagainya.
2.2. Jenis-Jenis Stratifikasi Sosial
1. Stratifikasi Sosial Tertutup
Stratifikasi tertutup adalah stratifikasi di mana tiap-tiap anggota masyarakat tersebut tidak dapat pindah ke strata atau tingkatan sosial yang lebih tinggi atau lebih rendah. Contoh stratifikasi sosial tertutup yaitu seperti sistem kasta di India dan Bali serta di Jawa ada golongan darah biru dan golongan rakyat biasa. Tidak mungkin anak keturunan orang biasa seperti petani miskin bisa menjadi keturunan ningrat atau bangsawan darah biru.
2. Stratifikasi Sosial Terbuka
Stratifikasi sosial terbuka adalah sistem stratifikasi di mana setiap anggota masyarakatnya dapat berpindah-pindah dari satu strata / tingkatan yang satu ke tingkatan yang lain.
Misalnya seperti tingkat pendidikan, kekayaan, jabatan, kekuasaan dan sebagainya. Seseorang yang tadinya miskin dan bodoh bisa merubah penampilan serta strata sosialnya menjadi lebih tinggi karena berupaya sekuat tenaga untuk mengubah diri menjadi lebih baik dengan sekolah, kuliah, kursus dan menguasai banyak keterampilan sehingga dia mendapatkan pekerjaan tingkat tinggi dengan bayaran / penghasilan yang tinggi.
Ada banyak dimensi yang bisa digunakan untuk mendeskripsikan stratifikasi sosial yang ada dalam suatu kelompok sosial atau komunitas (Svalastoga, 1989), misalnya: dimensi pemilikan kekayaan (diteorikan Koentjaraningrat), sehingga ada strata wong sugih dan wong cilik. Awalnya, di-mensi ini digunakan untuk melakukan identifikasi pada masyarakat Jawa, maka yang disebut pemilikan kekayaan akan ter-fokus pada simbol-simbol ekonomi yang lazim dihargai masyarakat Jawa. Misalnya, pemilikan tanah (rumah, pekarangan atau sawah).
Dimensi distribusi sumber daya diteorikan oleh Gerhard Lensky, di mana ada strata tuan tanah, strata petani bebas, strata pedagang, strata pegawai, strata petani, strata pengrajin, strata pengangguran, dan strata pengemis. Dimensi ini pada awalnya diberlakukan pada masyarakat pra-industri di mana sistem stratifikasi sosialnya belum sekompleks masyarakat industri.
Ada tujuh dimensi stratifikasi sosial (diteorikan Bernard Baber), yaitu:
(1) occupational prestige, (2) authority and power ranking, (3) income or wealth, (4) educational and knowledge, (5) religious and ritual purity, (6) kinship, (7) ethnis group, and local community. Ketujuh dimensi ini, baik secara terpisah maupun bersama-sama, akan bisa membantu dalam mendeskripsikan bagaimana susunan stratifikasi sosial suatu kelompok sosial (komunitas) dan faktor yang menjadi dasar terbentuknya stratifikasi sosial tersebut.
Samuel Huntington mengemukakan bahwa ada dimensi modernisasi untuk menjelaskan stratifikasi sosial, yaitu: strata sosial (baru) yang mampu merealisasi aspirasinya ( the new have) dan strata sosial yang tidak mampu merealisasi aspirasinya atau mereka kalah dalam memperebutkan posisi strata dalam komunitasnya (the looser). Dimensi ini lebih terfokus pada stratifikasi sosial yang pembentukannya didasarkan pada berbagai simbol gaya hidup. Teorisasi Huntington ini dalam beberapa hal berhimpitan dengan teori Leisure Class-nya dari Thorstein Veblen (Beteille, 1977).

MAKALAH RELEVANSI PENDIDIKAN DENGAN CARA BERPIKIR MASYARAKAT


BAB I 
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang
Istilah pendidikan bagi masyarakat pada saat ini bukan merupakan sesuatu yang asing. Berkat kemajuan teknologi informasi tingkatan pendidikan formal mulai dari playgroup hingga jenjang perguruan tinggi sudah sering terdengar ditelinga mereka. Selain dari pendidikan formal, pendidikan informal seperti modeling, teater, sekolah sepak bola, juga mulai menjamur di masyarakat. Keanekaragaman pendidikan ditawarkan kepada masyarakat, tinggal mana yang tepat untuk masa depan anak-anaknya.
Selama tiga dasawarsa terakhir, dunia pendidikan Indonesia secara kuantitatif telah berkembang sangat cepat. Namun sayangnya, perkembangan pendidikan tersebut tidak diikuti dengan peningkatan kualitas pendidikan yang sepadan. Akibatnya, muncul berbagai ketimpangan pendidikan di tengah-tengah  masyarakat, termasuk yang sangat menonjol adalah: a) ketimpangan antara kualitas output pendidikan dan kualifikasi tenaga kerja yang dibutuhkan, b) ketimpangan kualitas pendidikan antar desa dan kota, antar Jawa dan luar Jawa, c) ketimpangan kualitas pendidikan antar penduduk kaya dan penduduk miskin.
Ketimpangan kualitas pendidikan tersebut mengakibatkan cara pandang masyarakat terhadap dunia pendidikan menjadi berbeda pula. Pola pikir akan pendidikan antara masyarakat perkotaan dengan pegunungan jelas berbeda. Hal ini diperkuat dengan kondisi geografis antar keduanya. Di perkotaan yang cenderung berada di dataran rendah sedangkan pegunungan umumnya di daerah dataran tinggi. Perbedaan geografis ini berpengaruh terhadap kecenderungan orang tua untuk tidak menyekolahkan anak-anaknya ke jenjang yang lebih tinggi. Dengan demikian secara perlahan pola pikir anak tentang perlunya pendidikan yang lebih tinggi secara perlahan akan diwariskan pula kepada generasi penerusnya.

Berbagai problem yang muncul di masyarakat tentang lulusan dari lembaga pendidikan terus terjadi. Masalah tersebut, khususnya ketimpangan antara kualitas pendidikan dan kualifikasi tenaga kerja yang dibutuhkan oleh dunia kerja merupakan refleksi adanya kelemahan yang mendasar dalam dunia pendidikan kita.
Setiap upaya untuk memperbaharui pendidikan akan sia-sia, kecuali menyentuh akar filosofis dan teori pendidikan. Yakni, pendidikan tidak bisa dilihat sebagai suatu dunia tersendiri, melainkan pendidikan harus dipandang dan diberlakukan sebagai bagian dari masyarakatnya. Oleh karena itu, proses pendidikan harus memiliki keterkaitan dan kesepadanan secara mendasar serta berkesinambungan dengan proses yang berlangsung di dunia kerja.
Asumsi lain menyebutkan bahwa pola pikir masyarakat akan pendidikan pada awalnya sangat dipengaruhi oleh strata sosial masyarakat itu sendiri. Status sosial dan peran sosial yang berbeda mengakibatkan cara pandang yang berbeda pula terhadap pendidikan.
Berdasarkan pembahasan di atas, dalam makalah ini akan diuraikan Relevansi Pendidikan dengan cara berpikir masyarakat.

1.2.           Rumusan dan Batasan  Masalah
1.2.1.  Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam makalah ini, yaitu :
1.   Sejauh mana pendidikan yang dimiliki oleh masyarakat dapat mempengaruhi pola pikirnya?
2.   Bagaimanakah pola pikir masyarakat terhadap pendidikan?
3.   Apa relevansinya antara pendidikan terhadap cara berpikir masyarakat?
1.2.2.  Batasan Masalah
Ruang lingkup masalah dalam makalah ini yaitu  
   Sesuai dengan judul Makalah ini yaitu Relevansi Pendidikan dengan cara berpikir masyarakat, maka dalam pembahasannya akan dideskripsikan pola pikir masyarakat terhadap pendidikan ditinjau dari strata sosial, letak geografis masyarakat, serta pandangan tentang relevansi pendidikan dalam membangun masyarakat.

1.3.  Tujuan  Makalah
Tujuan dalam makalah ini, yaitu:
1.  Memberikan gambaran tentang pola pikir masyarakat mengenai pendidikan.
2.  Menjabarkan secara empiris relevansi antara pendidikan dengan pola pikir masyarakat,
3.   Memberikan gambaran tentang pembaharuan paradigma pengelolaan pendidikan berdasarkan kebutuhan masyarakat.

MAKALAH PERANAN PENDIDIKAN TERHADAP PERKEMBANGAN KUALITAS SDM IMPLEMENTASI TERHADAP PENGELOLAAN MANAJEMEN SEKOLAH

BAB I 
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang demikian maju serta tata kehidupan masyarakat yang serba kompetitif mengaharuskan adanya upaya yang maksimal untuk mampu menyesuaikan diri. Kemampuan menyesuaikan diri ini bisa dilakukan jika ditopang oleh pengetahuan dan keterampilan yang tinggi. Dalam kerangka inilah peranan Lembaga Pendidikan ditengah-tengah masyarakat menjadi amat penting.
Lembaga Pendidikan  di tengah masyarakat selain berfungsi sebagai  Agent  of  Cultur,  juga berfungsi selaku  Agent of  change. Dengan demikian lembaga pendidikan mempunyai tugas guna melestarikan serta mentranformasikan nilai-nilai kultural kepada generasi muda, serta memberikan perubahan terhadap nilai-nilai kebudayaan ke arah yang lebih baik  dan berkualitas.
            Lembaga pendidikan sebagai suatu sistem pendidikan, perlu ditunjang dan didukung oleh masyarakat sebagai pengguna dari hasil pendidikan tersebut (product out put).. 
Pemahaman  tentang masalah-masalah pendidikan bagi masyarakat merupakan suatu hal yang sangat esensial bagi terciptanya dukungan yang mantap dan optimal terhadap program sekolah. Untuk itu diperlukan komunukasi tiga arah antara pihak sekolah dengan masyarakat serta lembaga lainnya..
            Penyelenggaraan sistem pendidikan di Indonesia dewasa ini sedang mengelami perubahan. Paradigma penyelenggaraan sistem pendidikan di sekolah dewasa ini tidak lagi berorientasi pada peningkatan  kuantitas , tetapi lebih menitikberatkan pada peningkatan kualitas lulusan serta peningkatan peran serta aktif warga masyarakat dalam memantau, mendukung, serta mengevaluasi akuntabilitas pelaksanaan program pendidikan. Untuk itu pemeritah meluncurkan program  Manajemen Berbasis Sekolah  serta  Kurikulum  berbasis Kompetensi.
     Berdasarkan asumsi di atas, Lembaga Pendidikan  memiliki kewajiban guna meningkatkan hubungan yang harmonis, baik antara sekolah dengan sekolah lainnya, instansi pemeritah, serta masyarakat dalam meningkatkan penyelenggaraan program pendidikan yang menyeluruh dan terpadu
Sasaran utama pembangunan adalah terciptanya kualitas manusia dan kualitas masyarakat yang maju. Upaya peningkatan kualitas manusia ditujukan untuk mewujudkan kader-kader bangsa yang akan melaksanakan pembangunan di masa mendatang. Kader-kader bangsa yang berkualitas atau dikenal dengan istilah sumber daya manusia inilah yang menentukan keberhasilan pembangunan. Dalam pidato kenegaraan tanggal 16 Agustus 1984, Presiden Suharto berpidato : “yang menjadi andalan utama pembangunan Indonesia bukanlah kekayaan alamnya yang melimpah ruah melainkan kualitas manusia Indonesia. Kualitas manusia Indonesia itulah yang akan menentukan berhasil atau tidaknya usaha bangsa Indonesia untuk tinggal landas nanti.(BNSP,2006) Dengan mengacu pada pidato Presiden di atas, menjadi jelas bahwa SDM yang berkualitas menjadi kunci keberhasilan bangsa Indonesia untuk tinggal landas, jadi mengembangkan dan meningkatkan kualitas SDM sebagai kader-kader bangsa untuk tinggal landas adalah sasaran strategis yang harus dicapai.
Kebutuhan masyarakat Indonesia yang semakin tinggi terhadap pendidikan yang bermutu menunjukkan bahwa pendidikan telah menjadi salah satu pranata kehidupan sosial yang kuat dan berwibawa, serta memiliki peranan yang sangat penting dan strategis dalam pembangunan peradaban bangsa Indonesia.
Pendidikan telah memberikan kontribusi yang cukup signifikan dalam membangun peradaban bangsa Indonesia dari satu masa ke masa yang lainnya, baik sebelum kemerdekaan maupun sesudah kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
 Berbagai kajian dan pengalaman menunjukkan bahwa pendidikan memberi manfaat yang luas bagi kehidupan suatu bangsa. Pendidikan mampu melahirkan masyarakat terpelajar dan berakhlak mulia yang menjadi pilar utama dalam membangun masyarakat sejahtera. Pendidikan juga meningkatkan kesadaran masyarakat sehingga mampu hidup harmoni dan toleran dalam kemajemukan, sekaligus memperkuat kohesi sosial dan memantapkan wawasan kebangsaan untuk mewujudkan masyarakat yang demokratis.
Di sisi lain, pendidikan juga memberikan sumbangan nyata terhadap pertumbuhan ekonomi melalui penyediaan tenaga kerja berpengetahuan, menguasai teknologi, dan mempunyai keahlian dan keterampilan. Tenaga kerja dengan kualifikasi pendidikan yang memadai akan memberi kontribusi pada peningkatan produktivitas nasional.
 Berbagai studi di bidang pembangunan ekonomi memperlihatkan betapa ada korelasi positif antara tingkat pendidikan suatu masyarakat dengan kemajuan ekonomi. Pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh melalui pendidikan memiliki nilai ekonomis, karena dapat meningkatkan produktivitas yang memacu proses pertumbuhan ekonomi. (Pedoman Penjamin Mutu, Depdiknas 2007:10)
Berdasarkan pemaparan di atas, yang menjadi inti permasalahannya yaitu:
(1)    Bagaimana strategi yang harus dilaksakan oleh lembaga pendidikan dalam mengembangkan dan meningkatkan kualitas SDM?
(2)  Faktor apa saja yang mempengaruhi terhadap pengembangan dan peningkatan kualitas  SDM?
(3)   Strategi apa yang relevan guna mengembangkan dan meningkatkankualitas SDM?
Untuk itu diperlukan suatu upaya guna menanggulangi kendala tersebut. Upaya tersebut dapat ditempuh melalui pengembangan Lembaga Pendidikan  yang betul-betul berorientasi terhadap mutu.
Berdasarkan pembahasan di atas, dalam makalah ini akan diuraikan Peran Pendidikan terhadap Perkembangan dan Peningkatan Kualitas SDM.

1.2.           Rumusan dan Batasan  Masalah
1.2.1.  Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam makalah ini, yaitu :
1.   Bagaimana strategi yang harus dilaksakan oleh lembaga pendidikan dalam mengembangkan dan meningkatkan kualitas SDM?
2.   Faktor apa saja yang mempengaruhi terhadap pengembangan dan peningkatan kualitas  SDM?
3.   Bentuk Lembaga pendidikan  manakah yang dapat meningkatkan dan mengembangkan kualitas SDM?
1.2.2.  Batasan Masalah
Ruang lingkup masalah dalam makalah ini yaitu  
      Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan pada latar belakang, bahwa pengembangan dan peningkatan kualitas SDM akan tergantung kepada Lembaga Pendidikan yang mencetak kader-kader bangsa tersebut. Sehingga tidak akan dapat terealisasi suatu SDM yang berkualitas tampak membangun lembaga pendidikan yang berkualitas pula. Pengalaman empiris menunjukan bahwa lembaga pendidikan yang berkualitas akan menciptakan SDM yang lebih bermutu.
   Sesuai dengan judul Makalah ini yaitu Peran Pendidikan terhadap Perkembangan dan Peningkatan Kualitas SDM, agar tidak terlalu luas dan lebih spesifik,  maka dalam pembahasannya akan dibatasi terhadap upaya lembaga pendidikan dalam meningkatkan kualitas SDM pada jenjang lembaga pendidikan sekolah.

1.3.  Tujuan  Makalah
Tujuan dalam makalah ini, yaitu:
Makalah ini disusun untuk memberikan bantuan, penjelasan, dan ketentuan secara umum bagi para pemangku kepentingan pendidikan pada tingkat penyelenggara di satuan pendidikan. Dengan adanya bahasan dari makalah ini diharapkan seluruh pemangku kepentingan:
1.  Memiliki persepsi yang sama tentang penjaminan mutu Sekolah/ lembaga pendidikan yang efektif, efisien, dan inovatif;
2.  Menjabarkan secara operasional sesuai dengan karakteristik dan kebutuhan Sekolah/ lembaga pendidikan yang berorientasi pada mutu,
3.  Memberikan gambaran dalam melaksanakan seluruh proses penjaminan mutu Sekolah/ lembaga pendidikan mulai dari kebijakan, perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, pengkoordinasian, pemantauan, pengevaluasian, dan pelaporannya
4.      Untuk  mendapatkan gambaran strategi yang harus dilaksakan oleh lembaga pendidikan dalam mengembangkan dan meningkatkan kualitas SDM?
5.      Guna mendapat gambaran faktor apa saja yang mempengaruhi terhadap  pengembangan dan peningkatan kualitas  SDM?



BABII
LANDASAN TEORI

2.1.  Pengertian
 Manusia yang berkualitas memiliki keseimbangan antara tiga aspek yang ada padanya, yaitu aspek pribadi sebagai individu, aspek sosial dan aspek kebangsaan. Peranan pendidikan dapat dirumuskan sebagai berikut :

1.    Manusia sebagai makhluk individu memiliki potensi fisik dan nonfisik, dengan potensi potensi tersebut manusia mampu berkarya dan berbudi pekerti luhur.
 Dalam meningkatkan manusia sebagai makhluk individu yang berpotensi fisik dan nonfisik, dilaksanakan dengan pemberian pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap. Pembentukan nilai adalah nilai-nilai budaya bangsa dan juga nilai-nilai keagamaan sesuai dengan agama masing-masing dalam rangka meningkatkan keimanan dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Proses transformasi tersebut berlangsung dalam jalur pendidikan sekolah dan jalur pendidikan luar sekolah. John Vaizei dalam bukunya Education in the Modern World (1965) mengemukakan peranan pendidikan sebagai berikut : (1) melalui lembaga mengemukakan peranan pendidikan tinggi dan lembaga riset memberikan gagasan-gagasan dan teknik baru, (2) melalui sekolah dan latihan-latihan mempersiapkan tenaga kerja terampil berpengetahuan, dan (3) penanaman sikap. Selain itu  penting bagi orang tua untuk menyadari unsur-unsur utama potensi manusia yang harus dipenuhi, sehingga keluarga dapat lebih berperan dalam pembinaan perkembangan anak. Unsur-unsur utama potensi manusia itu adalah :
a.    Ketahanan fisik
Untuk memperoleh tubuh yang sehat anak harus mendapatkan pemenuhan gizi yang sehat dan seimbang. Anak juga memerlukan pelayanan kesehatan. Rendahnya gizi akan berakibat pada daya tahan tubuh terhadap penyakit, akibatnya tidak hanya berpengaruh pada produktifitas kerja tapi juga berdampak pada sikap hidup yang tidak memiliki motivasi atau semangat untuk merubah nasib. Derajat kesehatan sangat mempengaruhi perkembangan kualitas manusia. Pencapaian derajat kesehatan yang optimal harus selalu diupayakan


b.    Kebutuhan psikologis
Untuk tumbuh kembang menjadi anak yang sehat jasmani dan rokhani, anak membutuhkan pemenuhan kasih sayang dan perhatian. Sentuhan-sentuhan yang memancarkan kehangatan, ketulusan, kedamaian yang dipancarkan orang tua memiliki makna hakiki yang begitu mendalam bagi fungsi-fungsi jiwa seorang anak, seperti fungsi berfikir, merasa, mengindra dan mengintuisi. Ke empat fungsi dasar ini- melalui mekanisme yang kompleks- akan membentuk individualisasi seseorang, yaitu proses untuk menjadi jati diri atau realisasi diri.

c.    Kebutuhan Spiritual
Secara kodrati dimensi spiritual sudah dibawa sejak manusia lahir, namun perwujudannya dalam kehidupan beragama terjelma berkat pengaruh lingkungan dan pendidikan. Karena itu keluarga adalah media utama dan pertama dari pembentukan manusia-manusia takwa. Situasi rumah yang islami dan kesediaan orang tua dalam mempraktekkan nilai-nilai islam di rumah, sangat berpengaruh positif bagi anak-anak untuk membentuk dirinya menjadi manusia-manusia yang iman dan takwa.
2.    Manusia sebagai makhluk sosial mempunyai kesetiakawanan sosial, tanggung jawab sosial dan disiplin sosial.
Dalam menghadapi perubahan masyarakat yang terus menerus dan berjalan secara cepat manusia dituntut untuk selalu belajar dan adaptasi dengan perkembangan masyarakat sesuai dengan zamannya. Dengan perkataan lain manusia akan menjadi ”pelajar seumur hidup”.
Untuk itu sekolah berperan untuk mepersiapkan peserta didiknya menjadi pelajar seumur hidup yang mampu belajar secara mandiri dengan memanfaatkan berbagai sumber belajar baik yang ada di sekolah maupun di luar sekolah. Menurut Moedjiono dalam buku dasar-dasar Kependidikan (1986), mengemukakan bahwa aktivitas belajar dalam rangka menghadapi perubahan-perubahan yang cepat di dalam masyarakat menghendaki (1) kemampuan untuk mendapatkan informasi, (2) keterampilan kognitif yang tinggi, (3) kemampuan menggunakan strategi dalam memecahkan masalah, (4) kemampuan menentukan tujuan yang ingin dicapai, (5) mengevaluasi hasil belajar sendiri, (6) adanya motivasi untuk belajar, dan (7) adanya pemahaman diri sendiri.

3.     Manusia yang memiliki aspek kebangsaan mernpunyai rasa cinta tanah air, jiwa patriotik dan berwawasan masa depan.
Eksistensi kebangsaan nasional perlu dipertahankan dengan berbagai cara antara lain memupuk identitas nasional pada generasi muda, penanaman kesadaran nasional. Kesadaran nasional perlu dibangkitkan melalui kesadaran sejarah. Kesadaran ini mencakup pengalaman kolektif di masa lampau atau nasib bersama di masa lampau yang menggembleng nation. Tanpa kesadaran sejarah tak ada identitas dan tanpa orang tak kepribadian atau kepribadian nasional. Kesadarari nasional, menciptakan inspirasi dan aspirasi nasional, keduanya penting untuk membangkitkan semangat nasional. Nasionalisme sebagai ideologi perlu menjiwai setiap warga negara yang wajib secara moral (moral com-mitment) dengan loyalitas penuh pengabdian diri kepada kepentingan negara, (Kartidirdjo, 1993).
 Prinsip nasionalisme sebagaian tujuan pendidikan nasional adalah : (1) Unity (kesatuan persatuan) lewat proses integrasi dalam sejarah berdasarkan solidaritas nasional yang melampaui solidaritas lokal, etnis, tradisional, (2) Libcrty (kebebasan) setiap individu dilindungi hak-hak azasinya, kebebasan berpendapat, berkelompok, kebebasan dihayati dengan penuh tanggung jawab sosial, (3) Equality (persamaan) hak dan kewajiban, persamaan kesempatan, (4) Berkaitan dengan prinsip ke 2, ke 3 ada prinsip kepribadian atau individualitas. Pribadi perorangan dilindungi hukum antara lain dalam hak milik, kontrak, pembebasan dari ikatan komunal dan primorial (5) Performance (hasil kerja) baik secara individual atau kolektif. Setiap kelompok membutuhkan rangsangan dan inspirasi untuk memacu prestasi yang dapat dibanggakan. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pendidikan mempunyai peranan penting dalam pembudayaan, pernyataan dan pengamalan nilai nilai budaya nasional yang akan mampu memupuk persatuan dan kesatuan bangsa.
Pendidikan yang berkualitas dibangun di dalam tiga dimensi yaitu pemerintah/dinas pendidikan, sekolah, dan masyarakat. Ketiga  dimensi tersebut bersinergi positif demi terciptanya lingkungan dan suasana pendidikan yang kondusif. Kondisi inilah yang akan  melahirkan Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas dan siap merealisasikan ide-ide kreatif untuk membangun bangsa yang lebih maju.



2.2.  Konsepsi dan Karakteristik Lembaga Pendidikan Yang Bermutu
2.2.1.  Konsepsi
1.  Lemabaga pendidikan yang Berkualitas
Sekolah/lembaga Pendidikan berkualitas, merupakan “Sekolah/Lembaga Pendidikan yang sudah memenuhi seluruh Standar Nasional Pendidikan dan diperkaya dengan keunggulan tertentu dalam bidang pendidikan sehingga memiliki daya saing di forum Nasional dan  internasional”.
Esensi dari rumusan konsepsi Sekolah yang berkualitas tersebut dijabarkan sebagai berikut:
1. Sekolah/Lembaga Pendidikan yang sudah memenuhi seluruh Standar Nasional Pendidikan yaitu Sekolah/Lembaga Pendidikan yang sudah melaksanakan standar isi, standar proses, standar kompetensi lulusan, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, standar pembiayaan, dan standar penilaian.
2. Diperkaya dengan mengacu pada standar pendidikan serta mempunyai keunggulan tertentu dalam bidang pendidikan.
            Guna mencapai target di atas, dapat dilaksanakan melalui dua cara sebagai berikut:
a. Adaptasi yaitu penyesuaian unsur-unsur tertentu yang sudah ada dalam Standar Nasional Pendidikan dengan mengacu pada standar pendidikan
b. Adopsi yaitu penambahan unsur-unsur tertentu yang belum ada di sekolah tersebut, dengan mengacu pada standar pendidikan salah sekolah unggulan lainnya baik sekolah yang ada di dalam negeri maupun di luar negeri.
2.2.2. Karakteristik
Sekolah yang berkualitas,  memiliki karakteristik keunggulan yang ditunjukkan dengan pengakuan nasional dan internasional terhadap proses dan hasil atau keluaran pendidikan yang berkualitas dan teruji dalam berbagai aspek. Pengakuan tersebut ditandai dengan penggunaan standar pendidikan nasional atau internasional dan dibuktikan dengan hasil sertifikasi berpredikat baik.
 
BAB III
PEMBAHASAN
PERANAN LEMBAGA PENDIDIKAN DALAM MENGEMBANGKAN DAN MENINGKATKAN KUALITAS SDM
3.1. Standar Pengembangan
3.1.1. Akreditasi
Mutu setiap Sekolah/Lembaga Pendidikan Berkualitas dijamin dengan keberhasilan memperoleh akreditasi yang sangat baik. Akreditasi menentukan kelayakan program pendidikan dan/atau satuan pendidikan itu sendiri. Keberhasilan tersebut ditandai dengan pencapaian indikator kinerja kunci minimal, yaitu perolehan sertifikat akreditasi minimal ”predikat A” dari Badan Akreditasi Nasional Sekolah/Lembaga Pendidikan (BAN S/M). Dengan memperoleh ”predikat A” pada setiap periode akreditasi berarti bahwa Sekolah/Lembaga Pendidikan Berkualitas setiap saat selalu menunjukkan keunggulan kinerja yang sangat baik dan sekaligus merupakan pengakuan terhadap kemampuan Sekolah/Lembaga Pendidikan untuk menjamin mutu pendidikan secara optimal.
Selain itu, keberhasilan tersebut juga ditandai dengan pencapaian indikator kinerja kunci tambahan, yaitu hasil akreditasi yang baik dari badan akreditasi sekolah pada salah satu negara anggota OECD dan/atau negara maju lainnya yang mempunyai keunggulan tertentu dalam bidang pendidikan.
3.1.2. Kurikulum
Mutu setiap Sekolah/Lembaga Pendidikan Berkualitas dijamin dengan keberhasilan melaksanakan kurikulum secara tuntas. Kurikulum merupakan acuan dalam penyusunan silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran. Keberhasilan tersebut ditandai dengan pencapaian indikator kinerja kunci minimal sebagai berikut:
1) menerapkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP);
2) menerapkan sistem satuan kredit semester di SMA/SMK/MA/MAK;
3) memenuhi Standar Isi;
4) memenuhi Standar Kompetensi Lulusan.
Selain itu, keberhasilan tersebut juga ditandai dengan pencapaian indikator kinerja kunci tambahan sebagai berikut:
1) sistem administrasi akademik berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) di mana setiap saat siswa bisa mengakses transkripnya masing-masing;
2) muatan mata pelajaran setara atau lebih tinggi dari muatan pelajaran yang sama pada sekolah unggul dari salah satu negara anggota OECD dan/atau negara maju lainnya yang mempunyai keunggulan tertentu dalam bidang pendidikan; dan
3) menerapkan standar kelulusan sekolah/Lembaga Pendidikan yang lebih tinggi dari Standar Kompetensi Lulusan.
3.1.3. Proses Pembelajaran
Mutu setiap Sekolah/Lembaga Pendidikan Berkualitas dijamin dengan keberhasilan melaksanakan proses pembelajaran yang efektif dan efisien. Proses pembelajaran disesuaikan dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Keberhasilan tersebut ditandai dengan pencapaian indikator kinerja kunci minimal, yaitu memenuhi Standar Proses.
Selain itu, keberhasilan tersebut juga ditandai dengan pencapaian indikator kinerja kunci tambahan sebagai berikut:
1) proses pembelajaran pada semua mata pelajaran menjadi teladan bagi sekolah/Lembaga Pendidikan lainnya dalam pengembangan akhlak mulia, budi pekerti luhur, kepribadian unggul, kepemimpinan, jiwa entrepreneural, jiwa patriot, dan jiwa inovator;
2) diperkaya dengan model proses pembelajaran sekolah unggul dari negara maju lainnya yang mempunyai keunggulan tertentu dalam bidang pendidikan;
3) menerapkan pembelajaran berbasis TIK pada semua mata pelajaran;
3.1.4. Penilaian
Mutu setiap Sekolah/Lembaga Pendidikan Berkualitas dijamin dengan keberhasilan menunjukkan kinerja pendidikan yang optimal melalui penilaian. Penilaian dilakukan untuk mengendalikan mutu pendidikan sebagai bentuk akuntabilitas kinerja pendidikan kepada pihak-pihak yang berkepentingan.
Penilaian terhadap peserta didik dilakukan oleh para guru untuk memantau proses, kemajuan, dan perbaikan hasil belajar peserta didik secara berkesinambungan. Keberhasilan tersebut ditandai dengan pencapaian indikator kinerja kunci minimal, yaitu memenuhi Standar Penilaian.
3.1.5. Pendidik
Mutu setiap Sekolah/Lembaga Pendidikan Berkualitas dijamin dengan guru yang menunjukkan kinerja yang optimal sesuai dengan tugas profesionalnya. Pendidik memiliki peranan yang strategis karena mempunyai tugas profesional untuk merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, serta melakukan pembimbingan dan pelatihan.
Keberhasilan tersebut ditandai dengan pencapaian indikator kinerja kunci minimal, yaitu memenuhi Standar Pendidik.
Selain itu, keberhasilan tersebut juga ditandai dengan pencapaian indikator kinerja kunci tambahan sebagai berikut:
1) Semua guru mampu memfasilitasi pembelajaran berbasis TIK;
2) Minimal 10% guru berpendidikan S2/S3 dari perguruan tinggi yang program studinya berakreditasi untuk SD/MI;
3) Minimal 20% guru berpendidikan S2/S3 dari perguruan tinggi yang program studinya berakreditasi  untuk SMP/MTs; dan
5) Minimal 30% guru berpendidikan S2/S3 dari perguruan tinggi yang program studinya berakreditasi  untuk SMA/SMK/MA/MAK.
3.1.6. Tenaga Kependidikan
Mutu setiap Sekolah/Lembaga Pendidikan Berkualitas dijamin dengan kepala sekolah/Lembaga Pendidikan yang menunjukkan kinerja yang optimal sesuai dengan tugas profesionalnya, yaitu sebagai pemimpin manajerial-administratif dan pemimpin manajerial-edukatif. Keberhasilan tersebut ditandai dengan pencapaian indikator kinerja kunci minimal, yaitu memenuhi Standar Kepala Sekolah/Lembaga Pendidikan.
Selain itu, keberhasilan tersebut juga ditandai dengan pencapaian indikator kinerja kunci tambahan sebagai berikut:
1) Kepala Sekolah/Lembaga Pendidikan berpendidikan minimal S2 dari perguruan tinggi yang program studinya berakreditasi A dan telah menempuh pelatihan kepala sekolah dari lembaga pelatihan kepala sekolah yang diakui oleh Pemerintah;
2) Kepala Sekolah/Lembaga Pendidikan mampu berbahasa Inggris secara aktif; dan
3) Kepala Sekolah/Lembaga Pendidikan bervisi nasional dan internasional, mampu membangun jejaring nasional dan  internasional, memiliki kompetensi manajerial, serta jiwa kepemimpinan dan entrepreneural yang kuat.
3.1.7. Sarana dan Prasarana
Mutu setiap Sekolah/Lembaga Pendidikan Berkualitas dijamin dengan kewajiban sekolah/Lembaga Pendidikan memiliki dan memelihara sarana dan prasarana pendidikan yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran yang teratur dan berkesinambungan. Keberhasilan tersebut ditandai dengan pencapaian indikator kinerja kunci minimal, yaitu memenuhi Standar Sarana dan Prasarana.
Selain itu, keberhasilan tersebut juga ditandai dengan pencapaian indikator kinerja kunci tambahan sebagai berikut:
1) Setiap ruang kelas dilengkapi dengan sarana pembelajaran berbasis TIK;
2) Perpustakaan dilengkapi dengan sarana digital yang memberikan akses ke sumber pembelajaran berbasis TIK di seluruh dunia; dan
3) Dilengkapi dengan ruang multi media, ruang unjuk seni budaya, fasilitas olah raga, klinik, dan lain sebagainya.
3.1.8. Pengelolaan
Mutu Sekolah/Lembaga Pendidikan Berkualitas dijamin dengan pengelolaan yang menerapkan manajemen berbasis sekolah/Lembaga Pendidikan. Keberhasilan tersebut ditandai dengan pencapaian indikator kinerja kunci minimal, yaitu memenuhi Standar Pengelolaan. Selain itu, keberhasilan tersebut juga ditandai dengan pencapaian indikator kinerja kunci tambahan sebagai berikut:
1) Meraih sertifikat ISO 9001 versi 2000 atau sesudahnya ISO 14000;
2) Merupakan sekolah/Lembaga Pendidikan multi-kultural;
3) Bebas narkoba dan rokok;
4) Bebas kekerasan (bullying);
5) Menerapkan prinsip kesetaraan gender dalam segala aspek pengelolaan sekolah; dan
6) Meraih medali tingkat nasional atau internasional pada berbagai kompetisi sains, matematika, teknologi, seni, dan olah raga.

3.1.9. Pembiayaan
Mutu Sekolah/Lembaga Pendidikan Berkualitas dijamin dengan pembiayaan yang sekurang-kurangnya terdiri atas biaya investasi, biaya operasional, dan biaya personal. Keberhasilan tersebut ditandai dengan pencapaian indikator kinerja kunci minimal, yaitu memenuhi Standar Pembiayaan.
Selain itu, keberhasilan tersebut juga ditandai dengan pencapaian indikator kinerja kunci tambahan, yaitu menerapkan model pembiayaan yang efisien untuk mencapai berbagai target Indikator Kunci Tambahan.


3.2. Evaluasi
Evaluasi dilakukan untuk mengetahui dan/atau mencari informasi mengenai kekuatan dan kelemahan penyelenggaraan Sekolah/Lembaga Pendidikan Berkualitas yang berdasarkan pada komponen-komponen penjaminan mutu Sekolah/Lembaga Pendidikan Berkualitas. Pelaksanaan evaluasi dilakukan berdasarkan pada prinsip-prinsip sebagai berikut:
1)  kejelasan tujuan dan hasil yang hendak diperoleh dari evaluasi,
2) pelaksanaan dilakukan secara komprehensif (input, proses, dan output), objektif, transparan, dan akuntabel,
 3) dilakukan oleh evaluator yang profesional,
 4) dilakukan secara partisipatif dengan melibatkan para pemangku kepentingan,
 5) dilaksanakan tepat waktu,
6) dilaksanakan secara berkala dan berkelanjutan, dan
7) mengacu pada indikator keberhasilan kinerja.